Sabtu, 18 Mei 2024

Bakar Al Quran di 2 Negara Eropa, Kenapa Rasmus Paludan Sampai Sekarang Masih Bebas?

Kamis, 2 Februari 2023 15:1

POLITIKUS - Rasmus Paludan, pemimpin partai sayap kanan ekstrem Stram Kurs, di Denmark/ Foto: PWMU.CO

VONIS.ID - Aksi politikus ekstrem kanan Rasmus Paludan, membuat negara-negara mayoritas Islam geram dengan aksi membakar Al Quran, yang dilakukan di Swedia dan Denmark.

Pada 21 Januari, Paludan membakar Al Quran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm.

Enam hari kemudian, pendiri partai Stram Kurs (Garis Keras) itu melakukan aksi provokatif serupa di depan masjid di Copenhagen.

Aksi Paludan membakar Al Quran di Copenhagen bahkan dijaga ketat kepolisian.

Aparat berwenang terlihat memasang garis polisi di sekeliling Paludan yang membakar kitab suci umat Islam itu di seberang masjid, di mana para jemaah baru keluar usai melaksanakan salat ashar.

Ia juga sempat berorasi yang isinya banyak menghina Nabi Muhammad.

Lantas, kenapa Paludan bisa bebas membakar Al Quran?

Sekedar informasi, Swedia dan Denmark tak punya undang-undang yang mengatur ujaran kebencian dan penistaan agama.

Menurut European Academy on Religion and Society (EARS), sejarahnya lebih dari setengah negara Eropa memiliki undang-undang anti-penistaan agama atau hukum yang melarang pelanggaran terhadap kesucian agama.

Namun, saat ini, hanya Italia, Jerman, Polandia, dan Finlandia yang menerapkan hukum terhadap penghinaan agama secara aktif.

Berdasarkan laporan radio lokal Sveriges, Swedia juga pernah menerapkan UU Penistaan Agama, namun hukum itu dihapus sekitar tahun 1970-an.

Sementara itu, prinsip umum masyarakat Swedia yang berkembang selama abad ke-20 menilai agama merupakan ranah pribadi.

Tidak ada pengakuan khusus yang harus diberikan kepada agama sebagai faktor yang harus diperhitungkan dalam konteks publik.

Budaya masyarakat Swedia menganggap ruang publik harus menjadi arena sekuler non-agama di mana semua orang diperlakukan sama dan diharapkan menerima aturan sosial yang sama tanpa memandang jenis kelamin, etnis, latar belakang budaya atau agama.

Pihak berwenang Swedia juga mengatakan demonstrasi yang dilakukan Paludan sah-sah saja di bawah Undang-Undang Kebebasan Berpendapat Swedia, demikian dikutip CNBC.

Kementerian Luar Negeri Swedia mengakui aksi Paludan menyulut amarah publik terutama umat Muslim dunia.

Sockholm juga mengakui pembakaran Al Quran itu sikap yang tidak patut meski menilai aksi itu tetap bagian dari kebebasan berekspresi.

"Pemerintah memahami mereka yang tersinggung dengan tindakan seperti pembakaran kitab suci. Memang tidak semua yang legal itu pantas," demikian menurut pernyataan Kemlu Swedia, dikutip Anadolu Agency, melalui CNN Indonesia.

Aksi Paludan berlangsung memprotes tuntutan Turki yang meminta agar Swedia merepatriasi aktivis Partai Pekerja Kurdistan (PKK).

Permintaan ini diajukan sebagai syarat Stockholm mendapat restu dari Ankara demi bisa menjadi anggota Aliansi Pertahanan Negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO).

Sama seperti Swedia, Denmark juga menilai aksi Paludan ini bagian dari kebebasan berekspresi. 

Copenhagen bahkan percaya diri bahwa hubungan Turki dan Denmark tetap berjalan baik terlepas dari kejadian ini.

Beberapa negara Eropa sudah buka suara terkait tanggapan Swedia dan Denmark terhadap aksi Paludan.

Sejumlah negara seperti Finlandia dan Hungaria menyayangkan Stockholm dan Copenhagen yang membiarkan Paludan bebas melakukan aksi provokatifnya itu.

Menurut pihak kepolisian Nasional Finlandia pembakaran Al Quran amat dilarang di negara mereka.

Mereka menyebutkan Helsinki menerapkan undang-undang yang melarang ujaran dan promosi kebencian.

Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto sampai-sampai mengkritik sikap Swedia.

"Menyatakan membakar kitab suci merupakan bagian dari kebebasan berbicara adalah kebodohan yang nyata," kata dia.

Aksi kontroversial Paludan ini bukan kali pertama dilakukannya.

Pada April 2019, pihak berwenang Denmark menjatuhkan hukuman percobaan 14 hari untuk dia karena rasisme.

Saat itu, ia melontarkan komentar penghinaan dalam sebuah video di YouTube.

Paludan langsung mengajukan banding atas hukuman tersebut, demikian dikutip media lokal Denmark.

Satu tahun kemudian, Denmark menjatuhkan hukuman penjara tiga bulan terhadap Paludan karena didakwa melakukan tindakan rasisme, pencemaran nama baik, dan tuduhan lain.

Namun, vonis itu tak membuat politikus tersebut berhenti melakukan aksi kontroversial, termasuk membakar Al Quran.

(redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal