Sisanya, 81.462,602 hektare tidak memiliki IUP.
Bambang menyebut, total luas IUP tambang darat dan laut seliuas 915.854,625 hektare.
349.653,574 hektare IUP tambang darat dan 566.201,08 hektare IUP tambang laut.
Perhitungan yang dilakukan merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan, sehingga dibagi menjadi kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.
Taksiran kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan totalnya mencapai Rp 223,36 triliun dengan rincian biaya kerugian lingkungan Rp 157,83 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar, dan pemulihan lingkungan Rp5,26 miliar sehingga totalnya Rp223,36 triliun.
Kemudian total kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL) mencapai Rp 47,70 triliun, bila diuraikan kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan pemulihan lingkungan Rp 6,62 miliar.
"Kalau semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp271,06 triliun," tutur Bambang.
Sementara itu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan, perhitungan lingkungan atau ekologi yang dihitung Bambang akan ditambahkan dengan kerugian negara dalam perkara yang tengah diusut oleh Kejagung.
Kuntadi menyebut, berdasarkan pemaparan Bambang, sebagian besar lahan yang ditambah oleh para pelaku termasuk ke dalam kawasan hutan dan area bekas tambah yang seharusnya dipulihkan atau direklamasi.
"Sama sekali tidak dipulihkan dan ditinggalkan begitu saja, menimbulkan bekas lubang-lubang besar dan rawa-rawa yang tidak sehat bagi lingkungan masyarakat," terang Kuntadi.
Dalam perkara ini, Kejagung telah memeriksa 130 orang saksi dan menetapkan 11 orang tersangka yakni yakni: