VONIS.ID – Warga Perumahan Korpri Griya Mutiara Indah di Kelurahan Sungai Paret, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) akhirnya mempe...
VONIS.ID – Warga Perumahan Korpri Griya Mutiara Indah di Kelurahan Sungai Paret, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) akhirnya memperoleh kemenangan hukum setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda mengabulkan gugatan mereka terhadap Pemerintah Kabupaten PPU. Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis, 22 Mei 2025, PTUN Samarinda membatalkan Surat Keputusan Bupati PPU Nomor 500.17/190/2024 yang mencabut SK hibah tanah kepada para PNS penerima hibah.
Permasalahan ini bermula pada tahun 2005 saat Bupati PPU kala itu, Yusran Aspar, melaksanakan program peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan menghibahkan aset daerah berupa tanah seluas sekitar 59 hektare kepada 869 PNS dalam lingkup Pemkab PPU. Masing-masing PNS menerima lahan sekitar 200 meter persegi untuk pembangunan rumah, sementara sisanya diperuntukkan sebagai fasilitas umum.
Kompleks perumahan yang dibangun melalui program tersebut kemudian dikenal sebagai Perumahan Korpri Griya Mutiara Indah. Namun, sejak pergantian kepemimpinan, tanah yang telah dihibahkan tidak pernah dihapus dari daftar aset daerah, sehingga para penerima hibah tidak dapat mengurus sertifikat hak milik ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menurut BPN PPU, agar sertifikat dapat diterbitkan, SK Hibah Nomor 800/14/2008 dan Nomor 800/162/2014 harus terlebih dahulu ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Penghapusan Aset dari daftar inventaris barang milik daerah. Beberapa kali permasalahan ini dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD PPU, namun belum membuahkan hasil. Pemkab PPU beralasan bahwa peraturan baru melarang pemberian hibah kepada PNS.
Situasi semakin memanas ketika pada 25 September 2024, Penjabat Bupati PPU saat itu, Muhammad Zaenal Arifin, mengeluarkan SK Nomor 500.17/190/2024 yang mencabut SK hibah terdahulu, serta mengubah status tanah menjadi hak pemanfaatan dengan sistem sewa. Keputusan ini membuat resah warga, karena mengancam kepemilikan rumah yang telah mereka tempati selama 17 tahun.
Sebanyak 24 warga pun mengajukan gugatan ke PTUN Samarinda dengan dalih bahwa peraturan pemerintah yang melarang hibah kepada PNS tidak dapat diberlakukan surut dan karenanya tidak sah dijadikan dasar pencabutan SK hibah yang telah diberlakukan jauh sebelumnya.
Majelis hakim yang diketuai A. Taufik Kurniawan, SH., MH. akhirnya mengabulkan gugatan tersebut. Dalam pertimbangannya, PTUN menyatakan bahwa SK pencabutan hibah tersebut melanggar prinsip non-retroaktif, serta secara kumulatif mengandung cacat yuridis dari aspek prosedural dan substansial, sehingga bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Menanggapi kemenangan ini, Ardiansyah Kuasa, salah satu warga Perumahan Korpri yang menjadi pihak penggugat mengungkapkan rasa syukurnya.
“Ini adalah keadilan yang sudah lama kami tunggu. Kami hanya ingin hak kami diakui secara sah. Rumah-rumah ini kami bangun dengan jerih payah sendiri, bukan hadiah dari siapa pun,” ujar Ardiansyah dalam pers rilisnya, Jumat (30/5/2025).
Ia juga berharap pemerintah daerah dapat menghormati keputusan hukum ini dan segera menindaklanjuti proses penghapusan aset dari daftar inventaris agar warga bisa mendapatkan sertifikat resmi dari BPN.
“Kami berharap tidak ada lagi alasan untuk menunda. Kami warga yang taat hukum, dan hari ini hukum telah berpihak pada kebenaran,” tambahnya.
Putusan PTUN Samarinda ini diharapkan menjadi momentum penyelesaian konflik kepemilikan tanah secara adil dan berlandaskan hukum, sekaligus menjadi pembelajaran bagi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan terkait kebijakan publik.
(tim redaksi)